Tujuan negara
Indonesia telah termaktub dengan jelas pada pembukaan UUD 1945 yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Melihat isi
pembukaan UUD tersebut pemerintah berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa
dengan menyediakan layanan pendidikan yang layak bagi seluruh rakyatnya.
Amandemen UUD juga menyatakan bahwa 20% dari APBN harus dialokasikan untuk
pendidikan. Melirik dari itu semua hal diatas kita patut berbangga menjadi
warga negara Indonesia yang sangat mempedulika pendidikan. Banggakah kita?
Pendidikan di Indonesia tidak semanis yang
dicita-citakan dalam pembukaan UUD, begitu juga dengan alokasi APBN 20% untuk
pendidikan belum terlaksana. Meskipun pemerintah telah banyak membuat kebijakan
pendidikan yang pro rakyat seperti BOS, Beasiswa Bidikmisi, sertifikasi guru
dan sebagainya tapi masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh negeri ini.
Kesenjangan pendidikan antara pulau jawa dan non
jawa, biaya pendidikan yang mahal dan nasib guru swasta dan honorer yang belum
jelas menjadi ganjalan bagi negeri ini untuk mewujudkan tujuan negara. Kali ini
saya akan menyoroti masalah yang
berkaitan dengan guru, karena guru merupakan “sokoguru” bagi kemajuan
pendidikan. Guru menjadi tonggak utama dalam melahirkan anak-anak bangsa yang
berkualitas. Kalau diibaratkan pendidikan adalah sebuah pabrik, guru adalah
mesinnya.
Guru honorer/ guru kontrak merupakan guru tidak
tetap yang mengajar di sekolah negeri dengan kontrak tertentu. Guru kontrak
digaji sesuai dengan kontrak yang telah disetujui dan biasanya digaji per mata
pelajaran. Sekarang ini guru kontrak semakin banyak ditemui karena berbagai hal
diantaranya masih banyak sekolah yang kekurangan guru.
Menjamurnya sekolah-sekolah swasta berakibat pada
makin banyaknya guru-guru swasta. Lulusan-lulusan sarjana pendidikan lebih
banyak memilih mengajar disekolah swasta daripada menjadi guru kontrak yang
belum jelas nasibnya. Namun, menjadi guru swasta juga bukan menjadi idaman
karena guru swasta belum menjamin kesejahteraan guru.
Guru kontrak dan guru swasta telah menjadi
fenomena yang lumprah kita temui pada era sekarang. Menjamurnya sekolah swasta
dan kurangnya lowongan untuk menjadi guru negeri menjadikan banyak orang
memilih menjadi guru kontrak dan guru swasta. Salahkah para guru memilih
menjadi guru kontrak atau swasta? Atau salahkah orang-orang banyak mendirikan
sekolah?
Tidak ada yang salah dengan sekolah-sekolah itu,
yang salah adalah ketika para pendiri sekolah mendirikan sekolah secara
asal-asalan dan akhirnya guru yang menjadi korban. Guru kontrak dan guru swasta
sampai sekarang belum jelas nasibnya. Mereka belum mendapatkan apa yang
harusnya mereka terima dari hasil kerja kerasnya mencerdaskan bangsa. Masih
banyak guru kontrak dan guru swasta yang mendapatkan gaji jauh dibawah UMP atau
UMR. Dikala para buruh berdemonstrasi memperjuangkan kenaikan UMP, para guru
kontrak dan guru swasta tetap mengajar anak-anak bangsa dengan gaji seadanya.
Membandingkan guru dengan buruh secara “apa
adanya” rasanya memang kurang pas. Tapi setidaknya pemerintah harus melihat
peran seorang guru yang tidak kalah pentingnya dengan buruh. Ketika pemerintah
berjuang keras meningkatkan UMP untuk buruh, pemerintah juga harus
memperjuangkan nasib guru. Kita harus ingat, keterampilan yang didapatkan oleh
buruh sedikit banyak juga hasil dari kerja keras guru untuk mengamalkan ilmu
yang dimilikinya. Jadi sudah selayaknya guru mendapatkan perhatian kompensasi
yang setara atau bahkan lebih baik dari buruh.
Sebagian kalangan menyoal tentang nasib guru
swasta. Menurut mereka nasib guru swasta tidak menjadi tanggungjawab pemerintah
melainkan tanggungjawab sekolah sepenuhnya. Pemikiran seperti ini perlu
dikoreksi, memang nasib guru swasta menjadi tanggungjawab sepenuhnya sekolah
yang bersangkutan tetapi pemrintah tidak boleh lepas tangan begitu saja.
Bagaimanapun mereka telah mencerdaskan bangsa yang sebenarnya menjadi tugas
pemerintah untuk mewujudkannya.
Pemerintah telah memberikan tunjangan kepada guru
swasta tetapi pada pelaksanaannya masih
menjadi tanda tanya besar. Tunjangan belum terbagi merata, masih banya yang
belum mendapatkan, masih sering tersendat-sendat adalah beberapa masalah yang
harus diselesaikan secepatnya oleh pemerintah.
Pemerintah sebagai pemegang kepentingan negeri
ini dan sebagai ujung tombak untuk mencapai tujuan negara. Pemerintah harus
menydiakan layanan pendidikan yang bisa diakses oleh semua pihak. Pendidikan
yang berkualitas tidak hanya ditunjukkan dengan lulusan yang kompetibel tapi
juga sejahteranya para guru.
0 comments:
Post a Comment